Sore itu, seperti biasa, saya menuju sebuah supermarket di tengah kota, di dekat kampus tercinta. Waktu itu saya pergi dengan Koko yang mana adalah teman satu jurusan yang sama-sama dari Indonesia. Selain koko, ada mas umam (info yang nggak tau penting apa nggak). Jadi cuma kita bertiga warga negara Indonesia yang sedang mengemban pendidikan di jurusan yang kami ambil di South Australia saat ini *mangkin gejeboh*. Lalu, seperti biasa, sepanjang jalan menuju supermarket itu banyak hiburannya. Kadang ada pesulap, pengamen, atau sekedar narator yang mengajak para pengunjung mall mampir ke supermarket *kok narator sih*. Tapi kali itu kami melihat pemandangan lain. Ada sebuah tempat, di mana diberi judul "Silent Disco". Jadi, tiap orang bisa berdisko dengan tanpa mengganggu orang di sekitarnya dengan musik jedak jeduk. Jadi mereka disco dengan pake headset. Dan saat itu ada empat atau lima orang yang sedang asik berdisko dengan mode "mute" tersebut. hahhahahaha. saya sama koko ketawa-keatawa aja ngeliatnya.
Saya tertawa karena mengingat kejadian kira-kira 15 tahun yang lalu. Ketika saya masih kelas satu atau dua SMP atau kelas 6 SD, ketika saya masih aktif berlari-lari di pekarangan rumah yang sempit bersama tetangga-tetangga yang lebih muda dari saya. Sebut saja elis dan rom. Elis ini tetangga sebelah rumah yang usianya dua tahun di bawah saya kayaknya. Sedangkan rom umurnya sama kayak saya, tapi karena nggak sekolah jadi ya seolah-olah saya yang kelihatan lebih dewasa. Sekarang malah rom yang keliahatan lebih dewasa karena anaknya udah 2 dan saya masih sekolah. Okeh, nggak penting. Kala itu sepertinya sedang liburan sekolah. Saya, rom, elis dan isna adik saya bermain bersama. Seperti remaja putri pada umumnya kami suka nari. Jadilah kami membuat tarian ala kami sendiri dengan lagu kartun kesukaan. Kami bikin gerakannya sendiri dan sambil nari sambil nyanyi juga. Kemudian, untuk mengetes sejauh mana kami hapal gerakannya, tercetuslah ide untuk nari sambil mata terutup dan tak bersuara. Jadi nanti pas buka mata kami bias liat kami diam di gerakan yang sama apa nggak. Di lahan tanah kosong di area depan rumah kami yang sekarang sudah di bangun rumah dengan tembok yang sangat tinggi, kami menari. Tanpa suara, menutup mata.
Konsen masing-masing pokoknya. Lalu tiba-tiba... ada suara bapaknya Pipit melantunkan nada seperti ingin mengiringi tarian kami yang absurd nggak jelas itu. Sontak kami membuka mata sambil ngakak. Mungkin bapaknya pipit heran dengan apa yang kami lakukan waktu itu, menutup mata, menari, tanpa suara, menikmati angin!