Pages

18/04/12

5. Gulai dituang sesungguhnya

Setelah menunggu kereta agak lama sambil terkantuk-kantuk, kami diperkenankan masuk juga. Dengan gegap gempita seperti anak kecil yang baru pertama kali naik kereta kami memilih kursi karena kursinya masih bebas, belum ada nomernya.

Kami atau mungkin hanya saya ketiduran menuju Kulai. Sebenarnya nggak tenang juga, karena kami sadar kalau nanti di tengah perjalanan akan dibangunkan. Sedang ngantuk-ngantuknya. Saya tidur dengan selimut kain bali saya dan pakai kaus kaki biar hangat, bahkan menggunakan kardigan juga.

Akhirnya sampai juga di kulai. Dengan tergopoh-gopoh kami mengikuti penumpang lain ke bis. Rasanya seperti mimpi, sungguh. Saya yang masuk bis paling belakang, menurut saja ketika Emy menunjukkan kursi kosong di depannya. "Sini neng.."
Seorang pria muda berkulit putih duduk di sebelah saya. Tanpa memperhatikan wajahnya, saya pun langsung terlelap melanjutkan mimpi saya. Indy pun  juga sama, setelah diberi instruksi Emy duduk di sebelah seorang bapak bertubuh besar, indy langsung tidur dengan pulas.
Berkali-kali terbangun karena bis berjalan sungguh cepat, ke kanan ke kiri, ngerem, ciiiiiiiiiiiiiit. Saya hanya berdoa semoga selamat, pasrah. Bis itu tertutup, langit-langit bis full karpet merah bintang-bintang. Diiringi lagu syahdu melayu semakin mirip studio musik. Kantuk yang sangat tak tertahankan, tidak memberikan tempat untuk lamunan saya kenapa saya bisa ada di situ malam itu atau bahkan berfikir yang bukan-bukan. Yang saya harapkan hanya selamat sampai tujuan. Dan ketika saya terbangun, saya menoleh ke sebelah. Penumpang di sebelah saya ini sepertinya seger-seger aja nggak ngantuk sama sekali. Saya pun melanjutkan tidur saya lagi.

Alhamdulillah, walaupun sering tertidur tapi kami selalu dibangunkan oleh Allah di waktu yang tepat. Kemudian sampai juga di Kluang. Masih sangat mengantuk, kami harus oper ke kereta. Kejadiannya mirip persis dengan kalau saya naik bis ke kantor terus di oper. Bawaannya pengen buru-buru. Entah seperti apa waktu itu saya yang memakai kain bali dan 2 tas lari-lari kecil turun bis. Entah mengapa, yang ada dikepala saya, seperti superman membawa ransel.
Malam itu kami tak sempat mendokumentasikan kegiatan transmigrasi tersebut. Waktunya terlalu cepat, dan hari sudah sangat malam. Kami sampai di stasiun Kluang, saya melihat papan sederhana bertuliskan KLUANG. Kiri kanan stasiun sepertinya kebun-kebun. Sepi. Hanya ada beberapa petugas berjaga. Saya yang jalan paling belakang mengikuti saja ke mana Indy dan Emy berjalan.
Dan kami pun masuk di gerbong yang tidak tepat. Kami malah masuk di gerbong tempat tidur. Gerbongnya sangat dingin. Untung kami tidak membeli tiket di gerbong itu, padahal mah emang nggak mampu. Kanan kiri terdapat tempat tidur tingkat. Saya membayangkan betapa nyamannya kasur-kasur itu.
Indy yang berjalan paling depan jejeritan karena gerbong yang kami lalui buntu, di ujung hanya ada toilet. Kami harus pindah gerbong sebelum kereta jalan. Dan gerbong ini tertutup jadi kami tidak bisa menyusuri gerbong dari dalam melainkan harus turun keluar kereta. Kami berjalan tidak tergesa-gesa, karena kereta sudah mulai penuh dengan orang-orang yang juga sibuk mencari kursinya. Bawaan kami dan penumpang lainnya pun banyak. Jadi kami tidak bisa berlari maraton di dalam gerbong walaupun sangat ingin.
Saya yang tadinya berjalan paling belakang bergantian menjadi paling depan karena kami berbalik arah.
Seorang nenek yang sudah tidak belia lagi masuk gerbong perlahan. Kami melambatkan langkah. Dua belas du wa be las du wa belas... Sang nenek menyebut-nyebut nomer kursinya. Kami bukannya membantu malah mematung diam menunggu sang nenek minggir sedikit saja. Setelah di bantu menemukan nomer kursinya, sang nenek tak lekas juga berbaring. Waktu seperti berhenti sepersekian detik. Akhirnya nenek minggir juga. Kami ngebut.


Setelah bertanya pada petugas, kami masuk ke gerbong yang benar. Alhamdulillah. Kami mencari kursi yang sesuai dengan tiket. Gerbong yang kami tempati sangat sepi. Kami langsung foto-foto sebelum bergegas tidur.
Ternyata petugas penjaga loket ada di situ, dan dengan inisiatif tinggi membantu kami mengambil gambar Sebenernya sih saya nggak ngeh sama pria ini, yah seperti biasa saya mah kalo nggak tidur ya ga ngeh-an orangnya. Saya cuma tahu orang ini tiba-tiba berinisiatif memotret kami, setelah indy dan emy beritahu kalau ternyata mas-mas ini adalah mas-mas penjaga loket.



Kami pun tidur sangat lelap malam itu. Berharap perjalanan esok ketika membuka mata kami sudah berada di kuala lumpur.


*bersambung
*masih panjang

4 komentar:

  1. "Alhamdulillah, walaupun sering tertidur tapi kami selalu dibangunkan oleh Allah di waktu yang tepat."

    LOL.. Tapi emang bener ya bebs. Walaupun kita pelor2, tetep aja sigap. Kalo udah waktunya bangun ya bangun. Kalo udah nemu bangku ya tidur =))

    BalasHapus
  2. gw ngebayangin lo pada gregetan sama si nenek yg jalannya NGEBUT. nyahahahaha

    BalasHapus
  3. buahahahaha, ayo jalan lagiiiiiiiiiiiiiii!
    umroh aja apa kita?????
    yukkkkk
    *kompor mledug* *ngais2recehandijalan*

    BalasHapus
  4. btw, judulnya kocak =)) akhirnya ya Bo, dari episode Gulai Dituang sebelumnya yang nggak nyampe-nyampe ke Kluang.

    BalasHapus