Pages

16/04/12

4. Gulai dituang: bagian kedua


Waktu menunjukkan pukul 6, kereta akan berangkat pukul 10.30. Jadi kami punya waktu yang cukup lama untuk sekedar bercengkrama dengan mas-mas penjaga loket di stasiun. Di saat duduk manis manja di kursi stasiun, ada seorang bapak yang sudah agak tua yang sepertinya bekerja di stasiun itu, beliau memberikan banyak bantuan kepada kami. Untuk selanjutnya sebut saja, babe. Awalnya Emy menanyakan di mana tempat sholat, beliau dengan ramah menunjukkan tempat yang sebenarnya bukan untuk umum untuk sholat. Babe dengan bahasa inggris dicampur melayu yang patah-patah selalu menjawab pertanyaan kami dengan super duper ramah. Walaupun kami harus menyerna dengan seksama apa maksud ucapan beliau.
Selesai sholat magrib, kami duduk-duduk lagi. Kemudian kami ingin makan tapi tidak tahu di mana tempat makan di dekat sini. Ingin bertanya pada si babe tapi kami takut kalau babe terlalu ramah dan baik sampai mengantar kami ke rumah makan dengan truk bak terbuka. Tapi mau bertanya sama siapa lagi. Di sini cukup sepi. Mas-mas penjaga loket sibuk melayani pembeli. Emy dan indy sempat googling mencari rumah makan muslim di daerah woodland. Tapi akhirnya kami pun bertanya juga sama si babe. Ternyata oh ternyata tempat makan sangat dekat, tinggal menyebrang di lampu merah di depan. Kami pun riang gembira berpamitan sama babe. Babe berpesan, kalian makanlah pelan-pelan, baik-baik, nanti jam 9.45 kembali ke sini. Kalau lampu tanda menyebrang masih merah, jangan menyebrang. Si babejuga berpesan kalau mau menitipkan barang juga bisa, ada locker. Tapi kami memilih untuk membawa semua barang-barang kami karena berisi ipad, DSLR mahal dan uang berjuta-juta.





Ternyata benar, food court makanan muslim tidak jauh dari stasiun. Kami tinggal menyebrang kemudian berjalan sedikit, hanya saja jalnnya agak menanjak. Langsung lah kami memesan makanan karena sudah sangat lapar. Saya memesan mie hongkong, emy nasi goreng sea food dan indy tom yam.

Setelah makan, kami kembali ke loket. Di kursi tunggu depan loket sudah agak ramai. Kami duduk-duduk lagi. Sang babe sibuk bercakap-cakap ramah bersama calon penumpang yang lain. Beliau memang tipe yang sangat supel pada siapa saja dan memiliki jiwa menolong yang tinggi. Kami langsung menggelar kegiatan mencharger sambil duduk-duduk di situ. Ada satu ruangan khusus, seperti ruangan tunggu VIP. Tidak ada pengunjung yang duduk di situ. Karena memang sangat sepi. Terdapat sofa yang empuk, banyak colokan dan ada wastafel. Kami tak berani masuk padaal berulang kali babe menyuruh kami menunggu di dalam. Tapi kami tidak mau pengunjung yang lain iri karena babe pilih kasih (oke agak lebay). Kami pun bertahan  duduk di tempat duduk yang biasa. Namun karena udara sangat dingin, indy dan emy beberapa kali masuk ke ruangan tersebut. Indy bahkan sempat tidur-tiduran. muahahha.


Kami sempat menawarkan babe kue cheeseroll, tapi babe menolak. Babe bilang kalau ia habis oprasi, jadi tidak bisa makan kue tersebut. 
Indy yang ternyata nggak enak badan mengajak saya ke toilet, tumben. Biasanya saya yang sering minta ditemani ke toilet. Saya pun menemani indy. Untuk masuk ke toilet harus menekan bel dan menunggu petugas membukakan pintu. Kami harus melewati ruangan private karyawan di sana. 
tingtong...
Saya dan Indy menunggu pintu dibuka. Sang petugas melongok dari pintu yang bagian atasnya kaca. Indy kaget, karena tempat itu sangat sepi dan gelap. Saya sempat menangkap sang petugas hampir tertawa melihat ekspresi terkejut Indy. Namun kemudian sang petuga yang tinggi besar menjaga wibawanya, ia membukakan pintu dan mempersilahkan kami masuk.
Kami duduk manis lagi sambil menunggu jam 10 kurang 15 untuk antre di imigrasi. Di kursi sebelah terdapat seorang Bapak yang sudah tidak muda lagi, duduk dengan asiknya sambil ngulet-ngulet, nguap karena mungkin sudah bosan menunggu. Lucunya, di sebelah bapak tersebut ada pintu yang otomatis terbuka kalau menangkap ada sensor manusia (apasi). Pokoknya yang pintu kaya di mall-mall yang otomatis terbuka kalau ada orang yang mau masuk/keluar. Dan si Bapak pun tidak menyadari, kalau setiap dia bergerak, itu pintu terbuka terus, menutup, lalu terbuka lagi. Kami tertawa terbihik bihik
Jarum jam sudah menunjuk pukul setengah 11, kami berinisiatif untuk mulai antre di imigrasi. Sayangnya, saat kami akan meninggalkan loket menuju bagian imigrasi, babe tak ada. Jadi kami tak sempat pamitan. 
Kami ikut mengantre dengan seksama bahkan saya ketiduran
Saya dan Emy mengatri di satu antrean yang sama jadi kami bertemu dengan petugas yang sama. Petugasnya ramah sekali, laki-laki, cakep dan muslim. 
Petugas yang mencap paspor Indy juga sangat ramah. Seorang bapak yang menyangka Indy masih study. Dan sedikit tercengang mengetahui kalau Indy sudah bekerja di parlemen. prikitiw. 
Saat sedang menunggu lagi setelah dari bagian imigrasi, sang bapak petugas mengajak kami mengobrol. Berhubung yang paling dewasa adalah Emy, jadi biarlah Emy yang beramah tamah dengan bapak itu. Dan lagi-lagi bapak itu bilang kalau kami lagi liburan sekolah. Dan lagi-lagi sedikit terkejut mengetaui kalau Emy bahkan seorang lecturer


Tidak ada komentar:

Posting Komentar